Papandayan, gunung dengan track paling
hore dengan view yang bikin greget. Untuk pendakian kali ini kalimat itu hanya sebatas dimulut
saja. Pendakian papandayan kali ini diluar harapan. Angin kencang, gerimis yang
awetnya tak seawet hubungan kita (plis Gha masih awal jangan baper dulu), dan
kabut tebal membuat jarak pandang hanya 2-3 meter membuat kami tidak bisa
menikmati keindahan Papandayan yang eksotis.
Sesampai di terminal Guntur hujan
rintik-rintik sudah menyambut kedatangan kami. Pukul 04.30 “Guntur..
Guntur.. Terminal.. Terminal” teriak kernek bus. Setengah tersadar sambil
kucek-kucek mata saya dan ke-5 teman lainnya mulai bersiap untuk turun. Perjalanan
sekitar 4-5 jam dari Jakarta ke Garut dengan kondisi bus yang mengharuskan saya
untuk menekuk lutut selama perjalanan, membuat saya butuh waktu beberapa detik
untuk bisa berdiri normal.
Tas dan keril kami sudah
diturunkan dari bus. Kamipun melipir berteduh di warung yang ada dekat
terminal. Seperti biasa ketika saya melihat warung makanan, perut langsung
otomatis mendeteksi bau makanan. Dan teman saya yang namanya Hafizh menghampiri
sembari berkata “Gha itu ayam gorengnya kayaknya enak deh” ckck duo jumbo ini
memang pro banget kalau masalah makanan.
Untuk bisa sampai ke Camp David, spot
awal sebelum para pendaki memulai pendakian, perlu menempuh perjalanan sekitar
1,5 jam dengan dua kali mengganti kendaraan. Dari terminal Guntur seperti yang
sudah-sudah saya menyewa angkutan warna putih biru (mau dibilang angkot bukan,
mau dibilang elf bukan, mau dibilang mini bus juga bukan. Pokoknya muat 15
orang dalam mobil) jurusan Garut-Cikajang dengan tarif 20.000 per orang, itupun
hasil tawar menawar. Padahal dulu harganya cuma 10.000, mungkin ini dampak
karena Gunung Papandayan sudah dikelola oleh Perusahaan Swasta. Saya juga tidak
tau nama perusahaannya, informasi dari warga disana pengelolanya sama dengan
pengelola Tangkuban Parahu. Bukan hanya sewa mobil yang mahal, tiket masuk
Papandayan pun ikut-ikutan mahal. Yang dulunya hanya 15.000-20.000 sekarang
menjadi 65.000 (30.000 untuk tiket masuk, 35.000 untuk biaya camping).
Oke lanjut, ada sedikit drama
selama perjalanan Garut-Cikajang. Mulai dari keril saya yang jatuh dari mobil,
mobil yang bensinnya habis, sampai supir yang ngangguk-ngangguk sambil nyetir
alias mengantuk. Sesampai di Cikajang, kami memutuskan untuk mencari warung
makan yang skalian bisa kami tempati untuk melaksanakan sholat subuh. Ingat ya
guys, mau lagi ngetrip kemanapun jangan sampai lupa untuk beribadah. Karena
keselamatan, kesehatan, dan kekuatan hanya milik Allah SWT. Perjalanan
dilanjutkan dengan menyewa mobil pick up menuju Camp David dengan tarif 150.000
untuk 6 orang
![]() |
Background kabut tebal dengan jarak pandang hanya beberapa meter saja |
![]() |
Kami ketemu dedek kecil yang mau nanjak ke Papandayan juga |
Kami juga ketemu oma2 umur 64 tahun. Salut dengan semangat oma ini *fighting* |
Sekitar pukul 09.30 kami
memutuskan untuk memulai pendakian. Angin, gerimis, dan kabut masih setia
menemani perjalanan kami, alhasil view menawan Papandayan tak bisa kami
nikmati. Kami selalu berharap kondisi cuaca seperti ini segera berakhir
digantikan dengan matahari yang bersinar terang *gpp deh item kena matahari
yang penting dapat view kece* tapi kali ini Papandayan menyembunyikan
pesonanya. Tak apalah keceriaan dan kegembiraan masih bisa kita ciptakan
bersama. Kalimat Bukan Kemananya Tapi Sama Siapanya” pun saya jadikan pedoman
hahaha.
![]() |
Masih dengan background kabut tebal |
Sesekali hujan, sesekali berenti, sesekali
cegrak cegrek ambil foto, sesekali mampir warung makan gorengan *ketahuilah gorengan disini asli uwenaaak bener*. Oiya, di
Papandayan sudah banyak warung yang menyediakan makanan dengan harga yang
bersahabat. Ada gorengan, nasi goreng, mie rebus, mie goreng, cilok, nasi putih
dan makanan lainnya. Bahkan sudah ada toilet umumnya. Jadi buat kalian yang mau
ke Papandayan gak usah susah-susah bawa logistik yang banyak apalagi membawa kenangan masa lalu beserta antek-anteknya HAHAHA. Cukup bawa tenda,
perlengkapan pribadi sama persediaan uang. Sekitar pukul 13.00 kami tiba di
Pondok Saladah , tanpa membuang waktu banyak 2 teman saya Hafizh dan Fuad mencari lokasi
untuk mendirikan tenda. Tenda sudah jadi, barang sudah dipacking, trus ngapain
kita? Masak.
![]() |
Masakan mevvah digunung versi EghaLestari :D |
![]() |
Hasil pertolongan pertama saya dengan skill pas-pasan |
Kabut, gerimis, dan tentunya
dingiiiiiin menemani malam di Papandayan. Pukul 04.30 pagi “Gha kenapa? Dingin?”
Suara Hafizh samar-samar terdengar ditelinga saya. Mungkin karena mendengar saya
yang sesekali menarik nafas berat karena dinginnya. “Iya Fiz” kata saya dengan masih
sembunyi dibawah sleeping bag. “Keluar yuk, nyari yang anget-anget sambil
nunggu subuhan” mengajak saya keluar tenda. Buset saya yang udah kedinginan
begini masih diajak keluar. Tapi mungkin ada benarnya juga, diluar sana pasti
ada yang menyalakan api unggun di warung. Dengan perasaan yang malas luar
biasa, sedikit demi sedikit membuka tenda dan brrrrrr semburan hawa dingin
masuk sampai ketulang-tulang *rasanya pengen teriak, mamaaaaaa pengen pulang*.
Segera kami mencari warung yang
ada api unggunnya dan memesan minuman untuk menghangatkan badan. Di warung
akang-akang di Papandayan seperti biasa pasti bertemu dengan pendaki lain yang
juga sedang menghangatkan badan dan tentunya akan saling menanyakan pertanyaan
pembuka “Darimana kang?” tanya Hafizh. Salah satu pendaki menjawab “Dari Padang”.
Emm,,, jauh-jauh ke Papandayan eh malah Padang xixixixi. “Dari Padang banget
apa orang Padang yang tinggal di Jakarta” lanjut saya bertanya saking keponya
hahaa. “Gak tinggal di Jakarta tapi dari Padang” jawab si abang itu datar.
Kesimpulan dari hasil obrolan kami adalah si abang itu dari Padang sendiri ke
Jakarta dalam waktu seminggu udah ndaki 4 GUNUNG (Cikuray, Ciremai, Salak, dan
Papandayan). Dan emejingnya lagi sebelum ke Jakarta si abang itu udah mendaki Kerinci lanjut Dempo. Hal emejing yang lain si abang itu kemana-mana tidak
menggunakan pesawat macam pendaki-pendaki elit. Tapi nyetop truk atau mobil
yang bisa ditumpangi. Gilaaa low cost banget, asli bacpakeran. Dalam hati “ini
orang apa dewa sih, dalam waktu sebulan bisa daki beberapa gunung dengan track
yang tentunya bikin meringis. “Ilmu Rahman kalah telak nih, lagi ngejar setoran
apa yak” Lanjut saya dalam hati. Saya saja yang baru pulang dari Merbabu trus 2
minggu kemudian naik Papandayan aja pulang-pulang meler, mampet. Lah si abang
ini apa kabar yang mendaki 4 gunung dalam seminggu. Mungkin kalau abang itu
baca tulisan ini, entah dia akan merasa bangga atau kesal karena sudah menjadi
salah satu topik di blog saya. Maapin Egha ya Abang Uda. Udah ngobrol banyak
dan ternyata saya lupa nanya namanya makanya saya sebut saja dia Abang Uda (lah
abang ama uda sama aja Egha -_-)
Pagi menyambut tapi matahari
masih tak menampakkan dirinya karena tertutup kabut yang masih menebal. Sepertinya
kali ini kami tidak diijinkan untuk menikmati keindahan si cantik Edelweis di Tegal Alun.
Bahkan ke Hutan Mati pun tidak kami lakukan. Untuk saya yang sudah pernah
kesini mungkin tidak terlalu menggebu-gebu tapi teman-teman yang baru pertama
kali pasti ada rasa kecewa.Tapi apa daya kami memilih aman dan selamat daripada
memaksakan diri ke Tegal Alun atau Hutan Mati hanya untuk sebuah foto. Anggap saja
ini pertanda bahwa kami harus kesini lagi disaat cuaca sedang cerah.
Bongkar tenda, packing, berdoa,
dan perjalanan turunpun masih ditemani dengan angin, gerimis, dan kabut. Inilah
resiko bermain di alam bebas. Alam bebas dengan kondisi yang unpredictable dan penuh
dengan kejutan, kita manusia layaknya tamu harus selalu siap menerima apapun
yang alam bebas suguhkan.
![]() |
Tetep ya sebelum bongkar tenda eksis dulu mereka |
![]() |
Ini bukan jemuran apalagi jualan keril |
Disetiap pendakian, di tempat
yang sama, dengan orang yang berbeda tentunya dengan cerita berbeda. Untuk perjalanan
kali ini mungkin bukan view atau spot-spot yang eksotis yang saya dapatkan tapi
banyak pelajaran lain yang saya dapatkan, salah satunya saya perlu belajar bagaimana
cara memberikan pertolongan pertama terhadap luka *bukan luka hati loh ya* atau
mungkin saya perlu belajar bagaimana menghadapi pasien hipotermia dan untuk saya pribadi ada “hal lain”
yang saya dapatkan yang hanya saya dan Tuhan yang tahu.
![]() |
Tak ada Hutan Mati, hutan sekitar Pondok Saladah pun jadi *dimirip-miripkeun* |
Papandayan tunggu kami
dipendakian selanjutnya. Besar harapan kami untuk bisa menikmati kembali pesona
keindahanmu yang eksotis nan menawan.
![]() |
View Papandayan yang saat itu sempat cerah |
Egha Lestari
Selasa, 16 Agustus 2016 (my birthday)
-More Information-
Bus Jakarta-Garut via Kp. Rambutan : Rp. 52.000 per org
Angkot putih biru Garut-Cikajang : Rp. 20.000 per org
Mobil Pick Up Cikajang-Camp David : Rp. 25.000 per org
Simaksi : Rp. 65.000 per org (30.000 biaya masuk, 35.000 biaya camping)
Avanza Camp David-Terminal : Rp. 25.000 per org
Bus Garut-Jakarta turun Cililitan : Rp. 52.000
my birthday banget yak :P
ReplyDeletehahahaaa.. lincah bet, udah baca aja -_-"
Deletebtw itu jamnya kok ngaco yak
ReplyDelete