Setelah kami berpisah, 3 teman saya yang lain yaitu Melfi,
Ade, dan Imada harus menerima kenyataan bahwa besok mereka sudah harus bertemu
kembali dengan meja kantor sedangkan saya dan Mpik dengan bangganya bisa teriak
LET’S BEGIN RINJANIIIIIII. Liburan belum berakhir liburan belum berakhir
liburan belum berakhir.
[cerita ini adalah lanjutan dari cerita sebelumnya, yang
penasaran selama 5 hari sebelum ke Rinjani saya udah kemana aja, monggo di
klik
Part 1 dan
Part 2] *gayamu Gha sok ngartis bet*
Yang sebelumnya transportasi, makan, hingga penginapan
tinggal terima beres duduk cantik sekarang mesti ngurusin sendiri dan nyari
yang paling murah malah *jomplang bet yak*. Hidup memang gak selalu diatas,
kadang dibawah kadang dibawah banget hahaha.
Bermodalkan mbah google akhirnya kami menemukan mobil yang
bisa kami sewa menuju Basecamp Sembalun. Tarif sewanya 400rb sekali jalan
*mehong cyin* tapi karena kami tak ada pilihan lain lagi, dari semua nomor sewa
mobil yang kami telpon itulah yang paling murah. Perjalanan yang harus ditempuh
menuju Sembalun memang lumayan jauh, sekitar 4 jam dengan track yang
berkelok-kelok kiri kanan jurang. Asli tracknya meregang nyawa.
Untuk pendakian Rinjani ini saya menggunakan jasa porter.
Memang saya harus merogoh lebih banyak biaya untuk menyewa jasa porter tapi
banyak keuntungan yang dirasakan dengan menggunakan jasa porter. Apalagi untuk
saya yang memang tidak memiliki stamina macam pendaki lainnya *saya mah apa
cuma serpihan astor*. Pokoknya enaknya pake porter, udah ada yang mendirikan
tenda, ada yang masakin, ada yang buatin api unggun kalo dingin,
logistik+tenda+minum juga ada yang bawain. Kita tinggal terima beres ajalah.
Untuk jasa porter di Rinjani 200rb per hari dengan maksimal beban 20-25kg per 1
porter untuk pendaki domestik. Untuk pendaki asing jauh lebih mahal.
Karena saat itu perjalanan menuju desa Sembalun adalah malam
hari jadi pemandangan sekitar desa belum terlihat hanya hawa dingin yang sudah
mulai terasa menusuk kulit. Malam itu kami menginap di rumah salah satu warga
yang memang biasa dijadikan basecamp untuk para pendaki. Pendakian
akan dilakukan esok hari setelah sarapan.
Malamnya kami packing kembali barang-barang yang akan dibawa dan beberapa
barang yang sekiranya tidak diperlukan di Rinjani kami titipkan dirumah bapak
porter. Malam itu saya benar-benar memanfaatkan waktu untuk beristirahat.
Mengingat track pendakian Rinjani akan sangat menguras stamina, tenaga, dan
hati pastinya.
 |
Di teras rumah warga yang menjadi basecamp para pendaki |
 |
Gunung sekelas Rinjani aja harganya masih segini, Papandayan *ah sudahlah* |
Naik naik ke puncak
gunung, tinggi tinggi sekali *akhirnya saya tau lagu ini penggunaannya
dimana*. Berdiri tepat didepan pintu gerbang bertuliskan Selamat Datang Di
Taman Nasional Gunung Rinjani membuat perasaan saya saat itu campur aduk *macam
es campur yang ada nangkanya ada jellynya ada sagu mutiaranya ada cincaunya*
tapi banyakan senengnya sih.
 |
Baru sadar kalo pas berangkat cerah pulangnya mendung |
Awal pendakian bonus dimana-mana alias track landai sangat
memanjakan langkah kaki. Savana luas terbentang, perpaduan warna hijau dan
kuning pada tumbuhan, ditambah dengan birunya langit. Ini bukan indah tapi
INDAAAAAAH BANGEEEEEEEET.
 |
Udah muka saya gak usah dikomen, perhatiin pemandangan yang dibelakang aja |
Malam bertabur bintang menjadi pelengkap kebahagiaan saya
hari itu. Entah kenapa melihat malam bertabur bintang memberikan kebahagiaan
dihati. Puas menatap keindahan taburan bintang dan perut sudah pun sudah terisi
kami memilih untuk melanjutkan menatap bintang-bintang di alam mimpi alias
tidur karena perjalanan besok akan jauh berbeda dengan hari ini. Salonpas
tempel sana tempel sini, oles counterpain, jaket, syal, sleeping bag, sarung
tangan, dan terlelap.
 |
Ini bukan kameranya yang miring tapi tracknya emang miring *inspirasi rumah miring di dufan tuh dari sini* |
" Tak ada pundak untuk bersandar, maka pohon pun jadi" tetep ya :P
ReplyDeletesaat itu cuma pohon yang bisa mengerti lelahku buakakakak :D
Delete